Rabu, 07 April 2010

Penyimpangan sosial


A. Arti Definisi / Pengertian Penyimpangan Sosial (social deviation)

1. Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sitem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.

2. Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang yaitu perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi.

Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.

B. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Individual (individual deviation)

Penyimpangan individual atau personal adalah suatu perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat atau terjadinya gangguan jiwa pada seseorang.

Tingkatan bentuk penyimpangan seseorang pada norma yang berlaku :
1. Bandel atau tidak patuh dan taat perkataan orang tua untuk perbaikan diri sendiri serta tetap melakukan perbuatan yang tidak disukai orangtua dan mungkin anggota keluarga lainnya.
2. Tidak mengindahkan perkataan orang-orang disekitarnya yang memiliki wewenang seperti guru, kepala sekolah, ketua rt rw, pemuka agama, pemuka adat, dan lain sebagainya.
3. Melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku di lingkungannya.
4. Melakukan tindak kejahatan atau kerusuhan dengan tidak peduli terhadap peraturan atau norma yang berlaku secara umum dalam lingkungan bermasyarakat sehingga menimbulkan keresahan. ketidakamanan, ketidaknyamanan atau bahkan merugikan, menyakiti, dll.

Macam-macam bentuk penyimpangan indivisual :
1. Penyalahgunaan Narkoba.
2. Pelacuran.
3. Penyimpangan seksual (homo, lesbian, biseksual, pedofil, sodomi, zina, seks bebas, transeksual).
4. Tindak Kriminal / Kejahatan (perampokan, pencurian, pembunuhan, pengrusakan, pemerkosaan, dan lain sebagainya).
5. Gaya Hidup (wanita bepakaian minimalis di tempat umum, pria beranting, suka berbohong, dsb).

C. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Bersama-Sama / Kolektif (group deviation)

Penyimpangan Kolektif adalah suatu perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan serta tindak kriminalitas lainnya.

Bentuk penyimpangan sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan kelompok.

Bentuk penyimpangan kolektip :
1. Tindak Kenakalan
Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka melakukan sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat umum tindakan trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu. Contoh penyimpangan kenakalan bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan, mendirikan genk yang suka onar, mengoda dan mengganggu cewek yang melintas, corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.
2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. COntoh : tawuran anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan sebagainya.
3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan
Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam melakukan tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh korbannya. Contoh : Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, sindikat curanmor dan lain-lain.
4. Penyimpangan Budaya
Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Contoh : merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat tinggal sekitar sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab antara laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan, dsb.

Wajah buruk pendidikan di Indonesia


Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan adalah pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Seperti sandang, pangan, dan papan, Namun, sangat miris rasanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai masalahpun timbul, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang gonta-ganti, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai kepribadian peserta didik yang jauh dari yang diharapkan.

Bila dilihat dari segi kualitas pendidikan kita, menurut penelitian Human Development Indeks (HDI) tahun 2004, Indonesia berada di urutan ke 111 dari 175 negara. Begitupun menurut majalah Asia Week yang melakukan penelitian terhadap Universitas terbaik di Asia, dalam majalah ini disebutkan bahwa tidak satupun Perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 20 terbaik. UI berada di peringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin, UGM diperingkat 68, UNDIP diperingkat 77, Unair diperingkat 75, sedangkan ITB diperingkat 21 untuk universitas sains dan teknologi, kalah dibandingkan universitas nasional sains dan teknologi Pakistan. Selain itu dilihat dari kepribadian perilaku pelajar kita, tidak sedikit dari mereka yang tawuran antar sekolah atau antar perguruan tinggi, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, ataupun perilaku mereka yang sudah tergolong dalam tindak kriminal. Seperti geng motor yang kebanyakan anggotanya masih berstatus pelajar.

Beginilah wajah buruk pendidikan kita, setidaknya bila kita cermati terdapat dua faktor yang mempengaruhi gagalnya pendidikan yang berlaku di Indonesia. Pertama, paradigma pendidikan nasional. Kedua, mahalnya biaya pendidikan. Diakui atau tidak sistem pendidikan yang berlaku saat ini adalah sistem pendidikan yang memisahkan peranan agama dari kehidupan. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab ke VI tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Adanya pembagian pendidikan umum dan keagamaan yang terdapat pada pasal tersebut memberikan gambaran bahwasanya pendidikan kita memang dikotomi. Pendikotomian pendidikan melalui kelembagaan dapat terlihat dari pendidikan agama terdapat pada madrasah-madrasah, institut agama, dan pesantren. Dan lembaga-lembaga tersebut dikelola oleh Departemen Agama. Sementara pendidikan umum melalui Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Kejuruan, serta Perguruan Tinggi dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan seperti ini tentu saja tidak akan melahirkan peserta didik ayang memiliki kemamapuan menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi sekaligus juga memiliki kepribadian berupa perilaku yang mulia. Padahal tujuan pendidikan nasional sendiri adalah untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini mungkin tidak sedikit dari output peserta didik kita yang berhasil menguasai sains dan teknologi melalui pendidikan umum, namun tidak sedikit diantara mereka yang kurang memiliki kepribadian yang mulia. Apalagi saat ini ukuran kelulusan peserta didik hanya dinilai dari Ujian Nasional (UN) saja, artinya para peserta didik hanya ditujukan untuk menguasai materi saja tanpa nilai spiritualnya. Disisi lain, mereka yang belajar di pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan secara relatif memiliki kepribadian baik, tapi tidak sedikit diantara mereka yang buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern seperti perdagangan, industri, jasa dan lain-lain diisi oleh orang yang relatif awam terhadap agama.

Permasalahan mengenai biaya pendidikan pun ikut menambah buramnya kualitas pendidikan kita. Di zaman sekarang memang untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas baik harus menelan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang kualitas pendidikannya bagus terpaksa hanya mendapatkan di sekolah yang terbatas sarana dan prasarananya. Di daerah-daerah banyak sekolah yang kurang berfungsi dengan baik, diantaranya kerusakan bangunan, sarana terbatas, namun dengan kondisi tersebut mereka tidak putus semangat untuk tetap terus belajar walaupun dengan fasilitas seadanya. Tidak dipungkiri bahwa tiap tahunnya, setiap jenjang pendidikan terus mengalami kenaikan biaya pendidikan, akibatnya banyak diantara mereka yang putus sekolah, atau bahkan tidak sekolah karena terhalang masalah biaya. Bagaimana mungkin tetap mencapai tujuan nasioanal yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa ?! Memperoleh pendidikan pun sulit untuk diperoleh !

Oleh karena itu, perlu adanya penyelesaian problem pendidikan secara mendasar yaitu dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh mulai dari merubah paradigma pendidikan nasional yang memisahkan pendidikan umum dengan pendidikan agama, menjadikan peranan agama sebagai landasan dalam proses pendidikan. Pendidikan agama tidak hanya diberikan satu kali dalam seminggu tapi juga harus dijadikan dasar atau landasan bagi mata pelajaran lainnya, sehingga akan melahirkan peserta didik yang tidak hanya menguasai sains dan teknologi tapi juga memiliki akhlak yang baik. Selain itu juga untuk mengatasi komersialisasi pendidikan diperlukan peranan negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan upaya yang sistematis merubah paradigma pendidikan yang komersial dengan menyediakan sarana dan sarana pendidikan yang memadai, bermutu tinggi, dengan biaya yang dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan berdasarkan kualitas pendidikan ditentukan oleh berapa besar biaya pendididkan yang dikeluarkan. Peran serta pemerintah ini sebenarnya sebagai bagian dari pelayanan terhadap masyarakat dalam hal mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian dari perubahan tersebut akan melahirkan peserta didik yang berkualitas sehingga mampu memegang peranannya sebagai generasi penerus bangsa yang akan membawa pada kemajuan.

Sosial budaya Indonesia


Pengertian Sosial Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya

Budaya khas Indonesia

Dalam kehidupan sosial manusia, damana saja dan kapan saja tidka lepas dari apa yang dinamakan konflik. Istilah konflik merupakan rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi maupun kelompok. Bahkan juga dapat diartikan benturan kepentingan, keinginan, pendapat dan lain – lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih. Dalam sosiologi terdapat beberapa pelopor teori konflik di antaranya Lewis A Coser. Konflik social yang terjadi dalam masyarakat seringkali dianggap sebagai sesuatu yang negatif, dimana tindakan yang bersifat disassosiatif rentan terjadi. Namun anggapan itu dibantah keras oleh Coser. Menurutnya konflik tidak hanya bersifat negatif (disfungsional) tetapi konflik juga mempunyai segi positif (fungsional). Terhadap sistem sosial dalam masyarakat dan juga dapat memberikan sumbangan terhadap adaptasi dan ketahanan kelompoknya sehingga teori konflik oleh Coser sering disebut Teori fungsionalisme konflik sosial.
Akhir - akhir ini kita sering disuguhi dengan pemberitaan pilkada langsung yang diwarnai kerusuhan. Hampir diseluruh wilayah Indonesia, apabila akan dilakukannya pemilihan kepala daerah harus di iringi dengan perpecahan dan konflik. Seperti yang terjadi di Padang Sumatera Barat, pilkada berbuntut pada perusakan kantor KPUD setempat. Begitu pula halnya dengan yang terjadi di Depok, semarang dan sukoharjo, mataram, toli-toli dan masih banyak lagi daerah – daerah lain diIndonesia.
Konflik atau kerusuhan tersebut umumnya dikarenakan masyarakat terlalu diberi kebebasan yang berlebih dalam pemilu tersebut. Hal ini dikarenakan sistem demokrasi yang diterapkan diIndonesia tidak berjalan dengan semestinya. Walaupun masyarakat diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat tetapi seharusnya digunakan dengan baik. Walaupun pada hakikatnya demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan unutk rakyat namun tidak semua rakyat dapat berlaku cakap dalam dunia politik. Kerusuhan Pilkada yang berlangsung dalam beberapa waktu terakhir ini apabila diamati semua itu terjadi karena para pendukung calon kepala daerah tersebut tidak memiliki kecakapan dalam berpolitik, sehingga mereka tidak mampu untuk menerima kekalahan calonnya.
Contoh kasus diatas memperlihatkan atau lebih menonjolkan “kedisfungsionalan” sebuah konflik. Namun kasus tersebut dapat menjadi fungsional, karena menurut Coser konflik memiliki fungsi sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan sebuah mekanisme lewat mana kelompok dapat terbentuk dan tetap bertahan. Konflik juga dapat mencegah pembekuan sistem sosial dengan mendesak adanya inovasi dan kreativitas. Diikutsertakannya masyarakat dalam pemilihan kepala daerah memberikan sumbangsi besar baik bagi pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tingginya animo masyarakat terhadap pemilu tersebut yang berdampak pada peningkatan sosialisasi politik masyarakat. Bagi pemerintah juga demikian, dengan pilkada tersebut pemimpin akan cepat tanggap dengan kondisi masyarakat karena pemimpin telah mengetahui struktur dan komposisi masyarakatnya. Dalam politik demokrasi, konflik atau perbedaan kepentingan yang ditimbulkan pilkada tidak hanya memberikan pelajaran politik bagi masyarakat tetapi juga merupakan strategi politik Negara demokratis. Konflik dalam praksis politik, khususnya pilkada sepertinya tidak mungkin dihindari apalagi untuk Negara sepertiIndonesia yang notabene memiliki multipartai politik.
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan dalam kasus pilkada ini, disatu sisi pilkada langsung dapat bersifat fungsional karena dapat memberikan sosialisasi politik dalam suasana yang demokratis dan juga sebagai sarana yang tepat bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang berdasarkan pilihan rakyat, namun disisi lain pilkada dapat menjadi boomerang bagi pemimpin yang terpilih apabila kebijakan atau janji – janji pada waktu kampanye sangat tidak sesuai dengan realita yang ada.
Meskipun konflik merupakan gejala yang alamiah dan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan sosial namun itu tak harus berkepanjangan. Sebaliknya, kehidupan sosial pada banyak tingkatan yang berbeda-beda memperlihatkan siklus dan perdamaian dan konflik persahabatan dan permusuhan. Motivasi untuk mengakhiri konflik dapat terjadi karena adanya keinginan untuk mencurahkan tenaganya untuk hal–hal lain. Proses penyelesaian dalam pilkada ini dapat dilakukan dengan mengubah konflik atau pertikaian menjadi sebuah hubungan yang assosiatif. Ada bebrapa bentuk atau cara untuk mengakhiri konflik yang terjadi pada pilkada yaitu dengan cara menghilangkan dasar konflik dari tindakan para pendukung yang berkonflik, yaitu dengan cara kompromi dan tidak menyinggung lawan masing-masing.
Kemenangan satu pihak tidak selalu berarti bahwa pihak yang kalah sama sekali kehilangan kekuatan untuk terus eksis. Kasus kerusuhan pilkada ini dapat diselesaikan melalui kompromi dari kedua belah pihak yang bertikai dengan cara tidak memberikan semua jabatan dalam pemerintah daerah hanya pada pihak yang menang dalam pemilihan saja tetapi pemerintahan bers

"Pendidikan"


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Pengertian pendidikan

Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (Peserta Didik) untuk dapat membuat manusia (Peserta Didik) itu mengerti, paham, dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia (Peserta Didik) lebih kritis dalam berpikir.

Pendidikan bisa diperoleh baik secarah formal dan nonformal. Pend. Formal diperoleh dalam kita mengikuti progam-program yang sudah dirancang secara terstruktur oleh suatu intitusi, departemen atau kementrian suatu Negara. Pend. non formal adalah pengetahuan yang didapat manusia (Peserta didik) dalam kehidupan sehari-hari (berbagai pengalaman) baik yang dia rasakan sendiri atau yang dipelajarai dari orang lain (mengamati dan mengikuti).

Ilmu Sosial

Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaanmetode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.

Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.